0

Penggunaan kata

Senin, 29 September 2014
Share this Article on :
  1. Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
  2. Kata turunan (lihat pula penjabaran di bagian Kata turunan)
    1. Imbuhan (awalansisipanakhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar, dikelola [1].
    2. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi
    3. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: menggarisbawahidilipatgandakan.
    4. Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh:adipati, mancanegara.
    5. Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
  3. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, baik yang berarti tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu), jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang berbentuk berubah beraturan (sayur-mayur, ramah-tamah).
  4. Gabungan kata atau kata majemuk
    1. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar, orang tua, ibu kota, sepak bola.
    2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian. Contoh: alat pandang-dengaranak-istri saya.
    3. Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian Gabungan kata yang ditulis serangkai.
  5. Kata ganti (kau-ku--ku-mu-nya) ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil, bukumu, miliknya.
  6. Kata depan atau preposisi (di [1]kedari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim seperti kepadadaripadakeluar,kemari, dll. Contoh: di dalam, ke tengah, dari Surabaya.
  7. Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.
  8. Partikel
    1. Partikel -lah-kah, dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah, siapakah, apatah.
    2. Partikel -pun ditulis terpisah, kecuali yang lazim dianggap padu seperti adapunbagaimanapun, dll. Contoh: apa pun, satu kali pun.
    3. Partikel per- yang berarti "mulai", "demi", dan "tiap" ditulis terpisah. Contoh: per 1 April, per helai.
  9. Singkatan dan akronim. Lihat Wikipedia:Pedoman penulisan singkatan dan akronim.
  10. Angka dan bilangan. Lihat Wikipedia:Pedoman penulisan tanggal dan angka.

Kata turunan[sunting sumber]

Secara umum, pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang ada di bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk melengkapi aturan tersebut.

Jenis imbuhan[sunting sumber]

Jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
    1. Awalan: me-ber-di-ter-ke-pe-per-, dan se-
    2. Akhiran: -kan-an-i-lah, dan -nya
  2. Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
    1. ber-an
    2. di-kan dan di-i
    3. diper-kan dan diper-i
    4. ke-an dan ke-i
    5. me-kan dan me-i
    6. memper-kan dan memper-i
    7. pe-an
    8. per-an
    9. se-an
    10. ter-kan dan ter-i
  3. Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
    1. Akhiran: -man-wan-wati, dan -ita.
    2. Sisipan: -in-,-em--el-, dan -er-.

Awalan me-[sunting sumber]

Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:
  1. tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh → meluluh, me- + makan →memakan.
  2. me- → mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca → membaca, me- + pukul →memukul*, me- + vonis → memvonis, me- + fasilitas + i → memfasilitasi.
  3. me- → men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang → mendatang, me- + tiup →meniup*.
  4. me- → meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- + gotong → menggotong, me- + hias → menghias.
  5. me- → menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom → mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
  6. me- → meny-, jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu → menyapu*.
Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:
  1. Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu, me- + sapu → menyapu, me- +kira → mengira.
  2. Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- + klarifikasi → mengklarifikasi.
  3. Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi →mengkonversi.

Aturan khusus[sunting sumber]

Ada beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
  1. ber- + kerja → bekerja (huruf r dihilangkan)
  2. ber- + ajar → belajar (huruf r digantikan l)
  3. pe + perkosa → pemerkosa (huruf p luluh menjadi m)
  4. pe + perhati → pemerhati (huruf p luluh menjadi m)

Konsensus penggunaan kata[sunting sumber]

Tiongkok dan Tionghoa[sunting sumber]

Cina adalah bentuk yang digunakan di dalam KBBI, yang menjadi salah satu sumber rujukan di Wikipedia bahasa Indonesia. Ada imbauan untuk menghindari kata ini atas pertimbangan kesensitifan penafsiran. Sebagai alternatifnya diusulkan menggunakan kata "China". Ini sebuah argumen yang tidak bisa dideskripsikan dan dijelaskan secara ilmiah bahasa, apalagi bunyi ujaran "China" - "Cina" adalah hampir sama (China dibaca dengan ejaan Inggris). Padanan untuk kata Cina yaitu Tiongkok (negara dan hal-hal yang berhubungan dengan negara ini, misal: sejarahnya, warga negaranya, pemerintahannya, dll.) dan Tionghoa (menunjuk pada orang-orang dari etnis ini dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, termasuk budaya, bahasa, sastra, kepercayaan, tradisi, masakan, nama, dll.).

Mayat dan mati[sunting sumber]

  • mati: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata wafat, meninggal, gugur, atau tewas (tergantung konteks).
  • mayat: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata jasad atau jenazah.

Pranala ke situs luar[sunting sumber]

Sebisa mungkin hindari penggunaan kalimat seperti "Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi situs ini." pada artikel yang belum lengkap. Sebaiknya pranala ke situs tersebut dimasukkan ke bagian Pranala luar dan menambahkanTemplat:Stub dengan mengetik:

Penggunaan "di mana" sebagai penghubung dua klausa[sunting sumber]

Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia TIDAK mengenal bentuk "di mana" (padanan dalam bahasa Inggris adalah "who", "whom", "which", atau "where") atau variasinya ("dalam mana", dengan mana", dan sebagainya). Penggunaan "di mana" sebagai kata penghubung sangat sering terjadi pada penerjemahan naskah dari bahasa-bahasa Indo-Eropa ke bahasa Indonesia. Pada dasarnya, bahasa Indonesia hanya mengenal kata "yang" sebagai kata penghubung untuk kepentingan itu dan penggunaannya pun terbatas. Dengan demikian, HINDARI PENGGUNAAN BENTUK "DI MANA", apalagi "dimana", termasuk dalam penulisan keterangan rumus matematika. Sebenarnya selalu dapat dicari struktur yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia.
Contoh-contoh:
(1) Dari artikel Kantin: ... kantine adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum di mana para pengunjung dapat makan ... .
  • Usul perbaikan: ... kantine adalah sebuah ruangan di dalam sebuah gedung umum yang dapat digunakan (oleh) pengunjungnya untuk makan ... .
(2) Dari artikel Tegangan permukaanTegangan permukaan = F / L dimana :
F = gaya (newton)
L = panjang m).[sic]
  • Usul perbaikanApabila F = gaya (newton) dan L = panjang (m), tegangan permukaan S dapat ditulis sebagai S = F / L.
Di sini tampak bahwa "apabila" menggantikan posisi "di mana" (ditulis di kalimat asli sebagai "dimana").
(3) Dari kalimat bahasa Inggris: Land which is to be planted only with rice ... .
  • Usul terjemahan: Lahan yang akan ditanami padi saja ... .
Contoh-contoh lain silakan ditambahkan.

Kata penghubung "sedangkan"[sunting sumber]

Kesalahan penggunaan kata penghubung yang juga sering kali terjadi adalah yang melibatkan kata "sedangkan". "Sedangkan" adalah kata penghubung dua klausa berderajat sama, sama seperti "dan", "atau", serta "sementara". Dengan demikian secara tata bahasa ia TIDAK PERNAH bisa mengawali suatu kalimat (tentu saja lain halnya dalam susastra!). Namun justru di sini sering terjadi kesalahan dalam penggunaannya. "Sedangkan" digunakan untuk mengawali kalimat, padahal untuk posisi itu dapat dipakai kata "sementara itu".
Contoh: Dari harian Jawa Pos:
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini, 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap).Sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."
Usulan perbaikan 1:
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap)sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."
Usulan perbaikan 2:
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap).Sementara itu, jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."

Sumber


Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar